Medan, apacerita.id — Tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa Mujianto, Direktut PT Agung Cemara Realty (ACR) menduga surat tuntutan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumut ada muatan rekayasa dan diduga palsu.
Alasannya, didalam surat tuntutan itu, ada keterangan diduga palsu lantaran keterangan saksi tersebut belum pernah diperiksa di persidangan Mujianto tetapi dimasukkan ke dalam surat tuntutan yang telah dibacakan sepekan kemarin di muka persidangan dihadapan majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan.
“Menurut kami, surat tuntutan terhadap Mujianto diduga rekayasa karena ada dugaan bahwa beberapa keterangan saksi yang belum diperiksa pada persidangan Mujianto namun tertulis di surat tuntutan Mujianto,” ucap Surepno Sarfan didampingi Rio Rangga Siddiq, PH Mujianto membacakan nota pembelaan (plendoi) di ruang sidang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (28/11/2022).
Surepno menjelaskan surat tuntutan itupun banyak kejanggalan dan tak masuk diakal. Beberapa saksi yang belum pernah diperiksa pada perkara Mujianto pun tak luput dijelaskan di dalam pledoi itu.
Selain itu, diterapkannya UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada Mujianto di surat tuntutan, menurut Surepno sikap JPU tersebut perlu dipertanyakan. “Disurat dakwaan dibuat pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang TPPU, tapi di tuntutan diterapkan pasal 5. Sementara yang namanya tindak pidana pencucian uang, harusnya ada pelaku aktif, ini kok malah sendiri dituduh klien kami,” jelasnya.
Atas adanya dugaan keterangan palsu disurat tuntutan sebagaimana didalam pledoi tim PH Mujianto, maka lanjut Surepno, pihaknya akan mengambil langkah hukum karena menurutnya telah merugikan kliennya.
“Merekayasa keterangan saksi dalam persidangan Mujianto, memberi data atau dokumen palsu di persidangan ini atas itu kami akan memberikan langkah hukum dugaan menempatkan keterangan palsu di surat tuntutan itu sebagaimana diatur didalam pasal 266 dan dugaan surat palsu yang diatur pada pasal 263 KUHPidana,” jelasnya.
Tak hanya itu, tim PH Mujianto juga mempertanyakan keabsahan penetapan tersangka kliennya itu. Munurutnya, penetapan tersangka itupun cacat hukum.
“Mujianto ditetapkan sebagai tersangka pada 11 Maret 2022. Sedangkan saksi-saksi baru diperiksa setelah Mujianto ditetapkan sebagai tersangka. Pertanyaannya, bagaimana bisa Mujianto ditetapkan sebagai tersangka sementara satupun saksi belum ada diperiksa terkait keterkaitan Mujianto di kasus itu,” tambahnya.
Beberapa poin keberatan atas tuntutan Jaksa pun kembali dijelaskan tim PH Mujianto. Dalam pledoinya itu juga Tim PH mempertanyakan kaitan Mujianto dalam pengajuan kredit yang dilakukan Canakya Suman selaku Debitur permohonan kredit ke bank plat merah itu.
“Mujianto dalam hal ini hanya berurusan soal jual beli lahan dengan Canakya Suman. Apa kolerasinya Mujianto dengan permohonan Kredit yang diajukan Canakya Suman. Dan semuanya itu sudah tertuang didalam fakta hukum selama proses persidangan. Artinya tidak ada pembuktian yang mengarahkan Mujianto ada kaitan soal proses pengajuan kredit itu. Itu murni urusan Canakya Suman,” tegas Surepno.
Bahkan, menurutnya, saksi-saksi dan ahli yang dihadirkan selama proses pembuktian di persidangan menunjukkan bahwa tidak adanya fakta yang terungkap Mujianto terlibat urusan pengajuan kredit yang diajukan Canakya Suman.
Atas dasar itulah, menurut Tim PH, terdakwa Mujianto harus dibebaskan dari segala tuntutan JPU. “Kami meminta agar majelis hakim membebaskan Mujianto dari segala tuntutan hukum yang menjerat kepadanya,” urainya.
Seperti diketahui, sebelumnya JPU Isnayanda dari Kejatisu telah menuntut Mujianto dan Canakya Suman, direktur PT KAYA secara bersama- sama melakukan korupsi seperti tertuang dalam pasal 2 UU Korupsi. Khusus Mujianto diterapkan lagi pasal 5 Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kedua terdakwa itu dituntut masing-masing 9 tahun penjara
Selain hukuman itu, Canakya dibebani membayar denda Rp 500 juta subsider 5 bulan serta membayar UP Rp 14,7 miliar subsider 4 tahun 6 bulan
Sedangkan Mujianto dituntut 9 tahun denda Rp 1 M subsider 1 tahun serta membayar UP Rp 13,4 miliar subsider 4 tahun 3 bulan. (nz)