Beginilah Cara China Menggusur Warganya Demi Proyek Infrastruktur

JAKARTA, APACERITA — Agar pertumbuhan ekonomi naik di suatu wilayah, pembangunan berbagai infrastruktur sangatlah penting. Namun karena terbatasnya lahan yang ada sehingga pihak pengembang atau pemerintah setempat mendirikan infrastruktur tersebut di atas lahan pemukiman penduduk dan memberikan ganti rugi agar warga itu mau pindah.

Dikutip dari Daily Mail, Selasa (4/6/2024), tidak semua warga tersebut mau pindah meski sudah diberikan kompensasi dan rumah penduduk tersebut disebut dengan Nail house atau rumah paku.

Bacaan Lainnya

Berikut adalah cara negara China mengatasi rumah anti gusur atau rumah paku:

Istilah rumah paku atau Nail house semakin dikenal setelah munculnya foto rumah setinggi lima tingkat di tengah jalan tol yang baru dibangun di Wenling Provinsi Zhejiang. Rumah paku tersebut milik pasangan tua yang bernama Luobaogen yang menolak untuk menjual properti dengan harga yang ditawarkan oleh pemerintah sejak tahun 2001.

Nail house atau rumah paku adalah suatu istilah baru yang merujuk pada rumah atau bangunan yang tetap berdiri di tengah lokasi konstruksi atau dapat juga berarti hunian milik orang-orang yang menolak untuk memberikan ruang bagi pembangunan karena banyaknya pemilik rumah yang menolak untuk digusur demi kepentingan pembangunan di China.

Sehingga para pengembang di China menciptakan istilah Nail house atau rumah paku tersebut. Nail house diibaratkan seperti paku yang membandel untuk dicabut. Rumah paku dapat juga dilihat sebagai simbol perlawanan terhadap upaya untuk membangun suatu daerah sehingga seringkali menarik perhatian banyak media.

Selain di China, terdapat banyak sekali rumah paku yang tersebar di seluruh penjuru dunia yang jumlahnya mencapai ribuan. Dari banyaknya rumah paku yang ada di beberapa negara, China merupakan salah satu negara yang memiliki banyak rumah paku yang tersebar di seluruh wilayah China. Banyaknya rumah paku di China disebabkan urbanisasi. Dan dengan pesatnya urbanisasi tersebut membuat pemerintah setempat dan para pengembang yang memiliki proyek pembangunan di perkotaan harus mencari lokasi baru.

Selain alasan urbanisasi banyaknya rumah paku di China, juga akibat adanya hukum di China di mana setiap kekayaan individu tidak dapat dihancurkan kecuali ada persetujuan dengan pemiliknya. Atau dengan kata lain pemerintahan China membiarkan warganya untuk memilih hak tidak menjual lahannya demi proyek pembangunan.

Dengan adanya hukum tersebut menyebabkan para pemilik rumah paku tetap dapat bertahan meski pembangunan dilakukan di sekitar properti mereka meski sudah diberikan kompensasi. Namun pemilik rumah paku tersebut tetap tidak mau dipindahkan dan memilih untuk tetap bertahan.

Jumlah kompensasi yang ditawar pun nilainya sangat besar akan tetapi mereka menolak untuk pergi karena beberapa alasan-alasan, diantaranya seperti alasan historis di mana rumah mereka merupakan warisan keluarga yang harus dijaga turun temurun. Alasan lainnya adalah para pemilik rumah paku menilai kompensasi yang ditawarkan terlalu rendah. Ada juga alasan yang simpel seperti tidak ingin ribet mengurus pindahan rumah. Selain itu bertahannya para pemilik rumah paku tersebut karena mereka ingin menjadi bukti simbolis dari orang-orang kecil yang berdiri melawan paksaan pemerintah dan para pengemban.

Selain itu, bertujuan agar proyek pembangunan tersebut tidak jadi dikerjakan. Banyaknya rumah paku yang ada di tengah lokasi pembangunan juga sering memicu kontroversi. Beberapa pendapat yang pro terhadap rumah paku menilai jika hak properti harus dilindungi dan para pemilik properti dari rumah paku memiliki hak untuk menolak menjual. Sedangkan yang lain berpendapat bahwa pembangunan diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sekitar wilayah lokasi pembangunan yang sedang dikerjakan.

Kemudian untuk mengatasi para pemilik rumah paku tersebut pemerintahan China tetap melaksanakan proyek pembangunannya dengan cara membangun, seperti apartemen atau jalan tol di sekitar rumah paku itu.

Dengan adanya apartemen atau jalan tol yang dibangun di sekitar rumah paku ini maka listrik dan air pun akan terputus dari rumah paku tersebut. Mereka yang tidak memiliki listrik dan air diharapkan akan membuat para pemilik rumah paku tersebut menjadi terganggu dan menjadi tidak betah sehingga pada akhirnya mereka akan menyerah dan bersedia menerima kompensasi untuk pindah ke lokasi lain.

Selain cara tersebut, para pemilik rumah paku akan diupload ke berbagai media sosial dan membuat rumah paku ini akan menjadi viral dan setelah viral rumah paku tersebut akan dikunjungi oleh banyak orang makin banyaknya orang yang datang ke rumah tersebut akan membuat para pemilik rumah paku ini menjadi terganggu dan tidak nyaman hingga pada akhirnya para pemilik rumah ini diharapkan akan mau menerima kompensasi yang sudah diberikan oleh pemerintah dan pengembang.

Ada beberapa rumah paku yang sempat viral di dunia maya diantaranya adalah rumah paku yang terletak di Jalan antara dua sayap Jembatan Haizhuyong yang baru dibuka di kota metropolitan Guangzhou di Provinsi Guangdong.

Rumah paku ini merupakan sebuah apartemen dari dua bangunan dan di sekitarnya dibangun jalan layang melingkar 360 derajat. Menurut keterangan dari media setempat beberapa penghuni apartemen di lokasi tersebut menolak untuk digusur saat developer hendak membangun jalan layang.

Dan akhirnya pihak developer memutuskan untuk membuat jalan layang di sekitar apartemen tersebut tanpa menghancurkan apartemennya. Pihak developer mendesain jalan layang tersebut melingkari apartemen itu dan belum diketahui pasti apakah para penghuni apartemen ini menerima atau menolak pembangunan jalan ini. Namun yang pasti jalan layang melingkar ini bisa menjadi solusi guna mengatasi masalah kemacetan di kota tersebut. (*)

Editor: John Muhammad

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *