Jakarta, apacerita.id — Tim pembela hukum Dewan Daerah (DD) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara melalui Kantor Hukum Law Office R. Aritonang SH mendaftarkan gugatan terhadap Dewan Nasional (DN) WALHI dan Direktur (Eksekutif Nasional/EN) WALHI atas keputusannya memberhentikan sepihak serta tanpa dasar anggota DD WALHI Sumatera Utara yang sekaligus menjabat sebagai Ketua.
“Ya, kemarin kita sudah melakukan pendaftaran gugatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dengan nomor Perkara 97/Pdt.G/2023/PN/JKT.SEL, tanggal 24 Januari 2023. Melalui gugatan ini, kami ingin menyampaikan kepada publik bahwa dalam tubuh WALHI sekarang ini ada tindakan-tindakan yang melanggar prinsip demokrasi, HAM dan mekanisme keorganisasiannya sendiri yang tertuang statuta WALHI sehingga berakibat merugikan klien kami sebagai Ketua merangkap Anggota DD WALHI Sumatera Utara”. Kata kordinator Tim Pembela Hukum DD WALHI Sumatera Utara, R Aritonang SH dalam siaran pers yang diterima wartawan, Rabu (25/1/2023).
Aritonang menambahkan, Kliennya bernama Rusdiana diberhentikan atas jabatannya sebagai anggota serta Ketua DD WALHI Daerah Sumatera Utara Periode 2020 – 2024 oleh forum yang difasilitasi oleh DN WALHI dan EN WALHI pada 5 Juni 2022 tahun lalu di Jambi.
“Padahal klien kami diangkat di forum yang dilaksanakan oleh WALHI Daerah Sumatera Utara yang bernama Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup (PDLH) ke IX dengan Surat Keputusan Nomor 10/PDLH/WALHISU/XII/2020 tentang Penetapan Dewan Daerah dan Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Utara, Periode 2020 – 2024. Tentu ini menjadi aneh bagi kami, mengapa bisa ada upaya seolah ingin menguasai WALHI Daerah dengan tuduhan yang tidak berbasis pada mekanisme, standar dan instrumen organisasi WALHI? Sekarang dengan kasar DN dan EN WALHI mengambilalih WALHI Sumatera Utara, ini tidak bisa kami biarkan. Sebelumnya klien kami sudah menyampaikan peringatan hukum (somasi) atas tindakan ini, tapi diabaikan oleh DN dan EN WALHI,” lanjutnya.
Dipaparkan Aritonang dalam siaran persnya, gugatan bertujuan untuk mengadili dengan seadil-adilnya apakah keputusan DN dan EN WALHI tersebut telah benar secara prinsip demokrasi, HAM dan aturan internal Walhi, serta yang utama aturan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku?.
“Kita tidak mau dalam berjalannya roda organisasi seperti WALHI ini, ada upaya untuk mengkerdilkan atau menghilangkan kewenangan sepihak apalagi ini soal penghormatan pada demokrasi lokal khususnya yang dialami oleh klien kami. Kami menduga ada kekeliruan yang sangat dahsyat dalam putusan DN & EN WALHI tersebut, sehingga berdampak pada putusan yang melawan hukum dan klien kami menjadi korbannya,” urainya.
“Tentu dalam organisasi sebesar WALHI ada aturan main yang harus di patuhi menjadi pedoman serta standar organisasi. Pada peristiwa yang klien kami alami, sepertinya DN & EN ini memutuskan sesuatu dengan dasar pikiran tidak suka atau penuh dengan kebencian. Yang klien kami tidak tahu apa kesalahan yang ia lakukan, Ia tidak diberi ruang pembelaan, tetiba, Ia telah diberhentikan sepihak dan mengalami stigma sebagai pembela pelaku pelecehan seksual! Tentu ini sangat merugikan dan membuat malu klien kami, keluarga dan organisasinya,” lanjut Aritonang.
“Kita berharap gugatan ini diterima oleh Hakim Pengadilan PN Jakarta Selatan, karena jika ini dibiarkan akan menjadi preseden buruk pada daerah lainnya,” tegas Aritonang.
Menurutnya perbuatan semena-mena menggunakan kewenangan yang salah, tidak demokratis serta berpotensi melanggar hak asasi tidak boleh dibiarkan dan menjadi budaya dalam organisasi masyarakat sipil yang mengusung misi memperbaiki keadaan pada segala bidang, terutama lingkungan hidup, seperti WALHI ini.
“Kita minta dalam gugatan kita ini, kembalikan hak, kewenangan dan tugas yang diemban sejak klien kami terpilih dalam forum resmi dan legal, pada putusan Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup (PDLH) Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatera Utara tahun 2020 lalu. Beliau dipilih oleh lembaga partisipan (anggota) WALHI Daerah Sumatera Utara, yang kemudian di hentikan oleh forum lainnya tanpa alasan yang jelas, ini tentu sangat merusak mekanisme, standar dan aturan main organisasi,” tambah Aritonang.
Selain memulihkan posisi (jabatan) dan kewenangan Rusdiana sebagai Ketua dan anggota DD Walhi Sumatera Utara, Aritonang juga minta hakim mengabulkan dan mengadili serta memutuskan untuk kerugian yang dialami kliennya sebesar 5 rupiah. “Karena klien kami merasa dirugikan baik secara psikis maupun secara sosial,” tutupnya. (rel/nz)