MEDAN, APACERITA – Mantan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) Oegroseno turun langsung ke Kota Medan, Sumatera Utara, untuk memantau kasus hukum yang melibatkan PT Jaya Beton Indonesia (JBI).
Perusahaan tersebut saat ini sedang menghadapi gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Medan atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terkait penguasaan lahan.
Oegroseno, yang juga pernah menjabat sebagai Kapolda Sumatera Utara pada tahun 2010, mengatakan bahwa kedatangannya bersama tim bertujuan untuk mengumpulkan fakta-fakta hukum yang berhubungan dengan sengketa lahan antara ahli waris Lindawati dan Afrizal Amris sebagai penggugat.
“Kehadiran kami di sini untuk memantau dan mencari tahu fakta yang sebenarnya dalam permasalahan hukum yang sedang berlangsung ini,” kata Oegroseno, Senin (12/8/2024).
Oegroseno menekankan pentingnya kehati-hatian dalam proses hukum dan menyarankan agar tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Ia berharap agar kasus ini dapat diselesaikan dengan cara yang adil bagi semua pihak.
“Jangan buru-buru, jangan selalu hukum didepannya. Lebih baik ada win-win solution, sehingga tidak ada yang dirugikan,” ujarnya.
Penasehat hukum ahli waris, Bambang H. Samosir, menyambut baik kehadiran Oegroseno di Medan dan berharap hal ini dapat membantu menyelesaikan konflik antara PT JBI dan ahli waris.
“Kedatangan Pak Oegroseno ini kami harapkan bisa menjadi jalan untuk mencapai solusi damai antara perusahaan dan klien kami,” kata Bambang.
Bambang juga menjelaskan bahwa ia bersama tim kuasa hukum, termasuk Dwi Ngai Santoso Sinaga, yang juga Ketua DPC Peradi Kota Medan, secara khusus mengundang Oegroseno untuk berdiskusi mengenai masalah tersebut.
Dalam pertemuan awal dengan Oegroseno, mereka membahas sengketa lahan yang dialami oleh klien mereka dengan PT JBI, yang kemudian menarik perhatian Oegroseno untuk terlibat lebih lanjut.
Dwi Ngai Santoso Sinaga menambahkan bahwa pihaknya berharap PT JBI bersedia duduk bersama untuk mencari penyelesaian yang terbaik. Namun, ia juga membuka opsi bagi PT JBI untuk mengkaji keaslian dokumen-dokumen terkait lahan yang disengketakan dalam persidangan.
“Kalau PT Jaya Beton Indonesia mau mengkaji surat asli tanah tersebut, kami persilakan. Tapi kami juga berharap agar bisa tercapai win-win solution,” kata Dwi Ngai.
Saat ini, sidang gugatan PMH senilai Rp642 miliar terhadap PT Jaya Beton Indonesia masih berlangsung di PN Medan. Pada persidangan sebelumnya, Ketua Majelis Hakim, Lenny, menanyakan kepada kuasa hukum penggugat apakah ada perubahan dalam isi gugatan atau tidak. Namun, kuasa hukum penggugat, Bambang H. Samosir, memastikan bahwa petitum gugatan tetap sama.
Isi petitum tersebut antara lain meminta Majelis Hakim untuk mengabulkan seluruh gugatan yang diajukan, menyatakan bahwa tindakan PT JBI yang menguasai objek sengketa adalah perbuatan melawan hukum, dan menyatakan sahnya sita jaminan atas aset-aset PT JBI.
Penggugat juga meminta agar hakim menyatakan bahwa mereka adalah pemilik sah dari lahan seluas sekitar 12,83 hektar yang berada di Jalan Takenaka, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan.
Selain itu, penggugat meminta hakim untuk membatalkan semua surat-surat yang diterbitkan terkait lahan tersebut dan memerintahkan tergugat untuk menyerahkan atau mengosongkan lahan tersebut dalam keadaan kosong dan sempurna.
Mereka juga menuntut ganti rugi sebesar Rp642 miliar dan meminta hakim untuk memerintahkan tergugat membayar uang paksa sebesar Rp100 juta per bulan jika terjadi keterlambatan dalam pelaksanaan putusan.
Penggugat juga meminta agar putusan dapat dieksekusi terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum lain seperti banding atau kasasi. (nz)