Medan, apacerita.id — PT Multi Artha Semesta (AMS) selaku pemilik Apartemen dan Hotel Grant City Hall digugat oleh Apul yang mengklaim dirinya sebagai pemilik sah lahan di atas bangunan tersebut.
Gugatan itu diketahui dalam persidangan lanjutan gugatan melawan humkum yang digelar di ruang cakra VIII Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (25/5/2023).
Persidangan yang diketuai majelis hakim Immanuel Tarigan itu beragendakan penyerahan bukti pendukung dari para pihak berkaitan kepemilikan lahan tersebut.
Setelah penyerahan berkas tersebut majelis hakim kemudian menunda sidang hingga 9 juni 2023 mendatang dengan agenda pemeriksaan setempat atau sidang lapangan. Sidang itu sendiri dihadiri Apul selaku penggudat dan kuasa hukum PT Multi Artha Semesta (AMS) selaku tergugat.
Usai persidangan Apul menjelaskan bahwa perkara 960/Pdt.g/2022/PN Medan dirinya selaku penggugat sebelumnya kita sudah beritikat baik untuk mediasi dengan PT Multi Artha Semesta untuk menanyakan dari mana asal muasal dia bisa menduduki lahan dan membangun hotel dan apartemen tersebut.
“Namun karena tidak ditanggapi, laku kita mengajukan gugatan. Atas gugatan itu sudah berjalan dan dalam perjalanan pemerintah kota Medan mengajukan diri sebagai penggugat interpensi karena dia merasa punya kepentingan atas tanah itu bahwa itu tanahnya berdasarkan HPL nomor 4 tahun 2004,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan Ir Apul P Simorangkir selaku pemilik lahan, dalam sidang kali ini pihaknya memberikan bukti untuk membantah HPL nomor 4 tanggal 27 April tahun 2004 yang menjadi dasar pemko medan sebagai penggugat interpensi.
Selanjutnya Ia juga menjelaskan menurutnya Pemko Medan masuk sebagai penggugat interpensi dikarenan perjanjian antara PT Multi Artha Semesta dan Pemko Medan merupakan perjanjian hak pakai.
“Jadi didalam SK perjanjian itu kalau kita lihat lokasi lahan yang dituangkan dalam perjanjian mereka di pasar ikan bukan di balai kota. Jadi apa yang dikatakan Pemko Medan kalau itu berdasarkan HPL itu tidak ada, karena bukan disitu,” tegasnya.
Kita juga mengajukan bukti terkait IMB yang didirikan oleh PT ini, menurutnya, IMB yang didirikan itu berdasarkan perjanjian bukan kepemilikan atas tanah.
“Perjanjian itukan bukan bukti kepemilikan atas tanah. Itukan aneh. Seharusnya ya bukti kepemilikan atas tanah seperti sertifikat. Apalagi, dalam perjanjian itu menyebutkan diperuntukkan untuk pertokohan dan perdagangan bukan hotel. Jadi berbeda,” ungkapnya.
Apul berharap kepada majelis hakim agar bersikap seadil-adilnya, dalam status kepemilikan lahan tersebut. “Jika benar objek itu milik mereka, nggak papa kita kembalikan. Karna kita juga punya bukti atas kepemilikan tanah itu,” tukasnya.
Diketahui, Pemko Medan mengajukan Gugatan Intervensi pada 10 Januari 2023, mengatakan tanah yang telah berdiri Hotel & Apartement Grand City Hall adalah milik Pemko Medan berdasarkan HPL No 4 tanggal 27 April 2004 atas nama Pemerintah Kota Medan seluas 9.588 m2 terletak di Jalan Balai Kota No 1 Kota Medan.
Dalam gugatan intervensi tersebut dikatakan Pemko Medan bahwa Pemko Medan melakukan Perjanjian Kerjasama dengan PT Multi Artha Semesta dengan cara BOT (Bulit Operate Transfer) berdasarkan Perjanjian Kerjasama tentang Pembangunan Restorasi, Pengembangan dan Pengelolaan Areal Balai Kota dan sekitarnya antara Pemerintah Kota Medan dengan PT Multi Arta Semesta No: 640/2378, No: 009/II/MAS/04 tanggal 19 Februari 2004 dan berikut addendum perjanjian dimaksud.
Gugatan Intervensi Pemko Medan menjadi fakta hukum baru dimana Perjanjian Kerjasama dengan cara BOT dilakukan 19 Pebruari 2004 sementara HPL No 4 Pemko Medan tanggal 27 April 2004, sehingga HPL No 4 belum ada tetapi sudah dilakukan Perjanjian Kerjasama No: 640/2378, No: 009/II/MAS/04 tanggal 19 Februari 2004.
Pemilik Tanah yakni Ir Apul P Simorangkir SH,MH,MBA yang telah melakukan Pelepasan Hak Atas Tanah dengan Ganti Rugi kepada Penerima Hibah atas tanah berdasarkan Akta Pelepasan Hak Atas Tanah dengan Ganti Rugi No 10 tertanggal 11 Februari 2022, telah memberikan Jawaban atas Gugatan Intervensi Pemko Medan tersebut dan kemudian mengajukan Gugatan Balik (Rekonvensi) kepada Intervent (Pemko Medan).
Dalam Gugatan Balik Intervent (Pemko Medan) dikatakan bahwa Pemko Medan Bukan Pemilik Tanah karena Hak Pengelolaan Lahan (HPL) adalah bukan bukti kepemilikan atas tanah dan pemegang HPL bukan sebagai Pemilik tanah karena UUPA tidak mengenal HPL akan tetapi sebagai pengelola atas tanah sehingga sewaktu-waktu Pemilik Tanah datang menuntut hak atas tanah maka pengelola harus menyerahkan tanah tersebut dengan serta merta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1953 & 1954 KUHPerdata.
Gugatan Balik Intervent (Pemko Medan) oleh Penggugat Rekonvensi juga diketahui adanya fakta hukum baru dan terindikasi tindak pidana korupsi atas Perjanjian Kerjasama/BOT Nomor: 640/2378, Nomor: 009/II/MAS/04 tanggal 19 Februari 2004 adalah sesuai Surat Keputusan Walikota Medan No. 593/1020.K/2004 yakni:
Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kota Medan dengan PT Multi Arta Semesta (Tergugat) adalah pengembangan pertokoan/perdagangan, namun kenyataannya yang dibangun hotel & apartement.
Kemudian, Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kota Medan dengan PT Multi Arta Semesta berdasarkan Sertifikat Hak Pakai No.1638 seluas ± 9.538 m2 terletak di Jalan Raden Saleh Kelurahan Kesawan Kecamatan Medan Barat, kenyataannya berdasarkan Peta Geospal ATR/BPN Hak Pakai No.1638 terletak di Pasar Ikan Kesawan, dengan luas ±490 m2 yang jaraknya ± 800 m dari tanah yang digugat. Jadi BOT dilakukan bukan berdasarkan HPL No.4.
Perjanjian Kerjasama atau BOT tertanggal 19 Pebruari 2004 mendapat persetujuan dari DPRD Kota Medan pada tanggal 30 Juli 2004 sesuai dengan Nomor 593/387, sehingga ada pemaksaan DPRD Kota Medan untuk menyetujui karena BOT telah dilaksanakan.
Sehingga Perjanjian Kerjasama secara BOT Nomor: 640/2378, Nomor: 009/II/MAS/04 tanggal 19 Februari 2004 tidak berkekuatan hukum dan Batal Demi Hukum. (nz)