MEDAN, APACERITA — Kecewa dengan vonis 13 tahun penjara, terdakwa Risman Harahap mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Medan.
Lewat penasehat hukumnya, Muhammad Habibi SH MH, selaku Ketua Tim Pembela Risman Harahap menyatakan kecewa dan keberatan atas vonis yang dijatuhkan terhadap kliennya pada 27 September 2023 di Pengadilan Negeri Medan.
“Vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan bagi klien kami, menurut saya yang tepat adalah menyatakan Risman Harahap tidak bersalah dan dibebaskan dari segala dakwaan penuntut umum sesuai dengan nota pembelaan yang dibacakannya pada 21 September 2023,” kata Muhammad Habibi kepada wartawan, Rabu (18/10/2023).
Pernyataan ini, kata dia, bukan tidak beralasan karena semua alasan telah diuraikan dan disampaikan dalam persidangan yang terbuka untuk umum.
Kliennya, sebelumnya, didakwa penuntut Umum Kejaksaan Negeri Medan sebanyak 5 pasal yaitu Pasal 340 KUHP pembunuhan berencana, Pasal 338 KUHP pembunuhan, Pasal 285 KUHP rudapaksa, Pasal 333 KUHP penyekapan dan Pasal 328 KUHP penculikan.
Disebutkan, terdakwa Risman Harahap yang membawa korban Safitri pergi tanpa izin dari saksi Rumiana selaku orang tuanya tidak mengembalikan korban Safitri ke tempat di mana korban Safitri dibawa oleh terdakwa Risman Harahap, sehingga pada hari Selasa tanggal 22 November 2022 sekira pukul 11.00, korban Safitri ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa berada di dalam goni di Jalan Speksi/Kerang Kel. Amplas Kec. Medan Amplas Kota Medan atau tepatnya di pinggir Sungai Denai.
Kemudian, merujuk kepada hasil visum et repertum No. R/10/XI/2022/RS Bhayangkara tanggal 24 November 2022 disimpulkan bahwa penyebab kematian korban Safitri adalah mati lemas karena terhalangnya udara masuk ke paru-paru akibat tenggelam di air disertai perdarahan di rongga kepala akibat ruda paksa tumpul pada kepala.
Kemudian, apabila defenisi dari unsur sengaja dikaitkan dengan kesimpulan dari visum et repertum No. R/10/XI/2022/RS Bhayangkara tanggal 24 November 2022 sebagaimana tersebut di atas, maka penuntut umum pada dasarnya telah mendakwa terdakwa mempergunakan suatu benda tumpul sebagai alat untuk memukul pada bagian kepala yang mengakibatkan perdarahan di rongga kepala korban Safitri, serta terdakwa didakwa melakukan sesuatu perbuatan sebagai sebab terhalangnya udara masuk ke paru-paru yang mengakibatkan korban Safitri menjadi mati lemas.
“Berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan tersebut, maka penuntut umum tidak dapat membuktikan ada perbuatan terdakwa yang mengakibatkan korban Safitri mati tenggelam disertai perdarahan di rongga kepala akibat rudapaksa tumpul sebagaimana kesaksian dari Rumiana, Sudirgo, Bulgari alias Syaiful, Muhammad Saleh dan Togu Franshery Malau yang pada pokoknya menerangkan, saksi-saksi tidak melihat peristiwa hukum yang mengakibatkan korban Safitri meninggal dunia dalam keadaan mati tenggelam disertai perdarahan di rongga kepala,” ujarnya.
Selain itu, benda tumpul yang dipergunakan sebagai alat untuk memukul pada bagian kepala yang mengakibatkan perdarahan di rongga kepala korban Safitri ternyata tidak dijadikan sebagai barang bukti, serta tidak pernah terungkap dalam persidangan.
Kemudian, ia juga mempertanyakan perihal CCTV terakhir yang dijadikan bukti oleh penuntut umum dalam persidangan, terdakwa tidak bersama korban Safitri pada hari Senin tanggal 21 November 2022 pukul 17.12, ketika terdakwa mengenderai sepeda motor listriknya di daerah Jalan Pasar 3 Datuk Kabu Tembung.
“Menurut kami, ini menjadi tugas berat bagi kepolisian sedari awal ketika melakukan penyelidikan dan penyidikan karena di Kota Medan ini banyak sekali CCTV sehingga sangat mudah untuk mengungkap suatu kasus apalagi berdasarkan metode Scientific Crime Investigation yang biasa dilakukan oleh kepolisian untuk mengungkap banyak kasus,” ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, penuntut umum tidak menghadirkan seorang ahli yang dapat menerangkan defenisi tentang luka robek baru dan luka robek lama. Dapat kami sampaikan, bahwasanya luka robek baru merupakan luka yang belum mencapai 14 (empat belas) hari, sedangkan luka robek lama merupakan luka yang telah mencapai atau melebihi 14 (empat belas) hari.
Ia menambahkan, majelis hakim juga dalam membuat pertimbangan tidak objektif dan tidak profesional karena tidak secara keseluruhan mempertimbangkan nota pembelaan yang mereka sampaikan dan bacakan di persidangan pada 21 September 2023, padahal yang disampaikan dalam persidangan adalah fakta yang sebenarnya.
“Semoga dengan upaya hakim banding yang kami lakukan ini membuahkan hasil dan Pengadilan Tinggi Medan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Medan Reg.No. 834/Pid.B/2023/PN Mdn dan membebaskan Bapak Risman Harahap dari seluruh dakwaan peuntut umum,” pungkasnya. (nz)