Merasa di Dzolimi, Direktur PT ACR Mujianto: Ingatlah, Siapa Yang Berbuat Jahat akan Kena Karma

Direktur PT ACR Mujianto saat membacakan nota pembelaan terhadap dirinya dihadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Medan

Medan, apacerita.idTerdakwa Mujianto membacakan nota pembelaan di hadapan majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan dalam persidangan lanjutan dugaan korupsi yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (28/11/2022).

Sebelumnya Mujianto dituntut 9 tahun penjara oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumut pada persidangan sebelumnya. Tak hanya dituntut penjara, Mujianto juga dikenakan pidana denda Rp 1 M subsider 1 tahun serta membayar UP Rp 13,4 miliar subsider 4 tahun 3 bulan.

Bacaan Lainnya

Atas itu, Mujianto merasa di dzolimi atas kasus yang menimpanya. Menggunakan pakaian kemeja putih, Mujianto membacakan pembelaannya. Ia mengaku bukanlah ahli hukum atau seseorang yang memiliki pendidikan yang tinggi. Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) inipun secara gamblang membacakan biodata pribadinya di hadapan hakim bahwa tidak tamat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

“Saya bukanlah orang yang memiliki pendidikan yang tinggi. Saya hanyalah tamatan Sekolah Dasar,” terangnya.

Untuk permasalahan hukum, lanjut konglomerat asal Kota Medan itu, dia telah serahkan sepenuhnya kepada tim penasihat hukum yang telah ia tunjuk.

“Namun siapapun yang berbuat jahat, yakinlah mereka akan kena karma,” tegasnya sembari menutup pembacaan nota pembelaannya.

Sebelum Mujianto membacakan nota pembelaan terhadap dirinya, Tim PH Mujianto lebih dulu membacakan pledoi tersebut dihadapan majelis hakim.

Pada intinya, dalam pledoi yang dibacakan tim PH yang terdiri dari Surepno Sarfan dan Rio Rangga Sidiq SH menyebut bahwa surat tuntutan yang telah dibacakan JPU pada persidangan mengada-ngada bahkan kasusnya terkesan dipaksakan.

Selain itu, menurut Surepno surat tuntutan JPU cacat hukum dan diduga palsu. Alasannya, ada beberapa nama saksi atas perkara itu yang sebelumnya diperiksa di perkara Mujianto. Namun keterangan saksi-saksi tersebut diduga dimasukkan didalam surat tuntutan itu.

“Menurut kami, surat tuntutan terhadap Mujianto diduga rekayasa karena ada dugaan bahwa beberapa keterangan saksi yang belum diperiksa pada persidangan Mujianto namun tertulis di surat tuntutan Mujianto,” ucap Surepno Sarpan.

Dengan adanya dugaan keterangan palsu yang dituangkan di surat tuntutan JPU itu, tim PH Mujianto akan mengambil sikap dan tindakan hukum.

“Merekayasa keterangan saksi dalam persidangan Mujianto, memberi data atau dokumen palsu di persidangan ini atas itu kami akan memberikan langkah hukum dugaan menempatkan keterangan palsu di surat tuntutan itu sebagaimana diatur didalam pasal 266 dan dugaan surat palsu yang diatur pada pasal 263 KUHPidana,” jelasnya.

Bahkan, menurutnya, saksi-saksi dan ahli yang dihadirkan selama proses pembuktian di persidangan menunjukkan bahwa tidak adanya fakta yang terungkap Mujianto terlibat urusan pengajuan kredit yang diajukan Canakya Suman ke bank plat merah itu.

“Mujianto dalam hal ini hanya berurusan soal jual beli lahan dengan Canakya Suman. Apa kolerasinya Mujianto dengan permohonan Kredit yang diajukan Canakya Suman. Dan semuanya itu sudah tertuang didalam fakta hukum selama proses persidangan. Artinya tidak ada pembuktian yang mengarahkan Mujianto ada kaitan soal proses pengajuan kredit itu. Itu murni urusan Canakya Suman,” tegas Surepno.

Atas dasar itulah, menurut Tim PH, terdakwa Mujianto harus dibebaskan dari segala tuntutan JPU. “Kami meminta agar majelis hakim membebaskan Mujianto dari segala tuntutan hukum yang menjerat kepadanya,” urainya.

Seperti diketahui, sebelumnya JPU Isnayanda dari Kejatisu telah menuntut Mujianto dan Canakya Suman, direktur PT KAYA secara bersama- sama melakukan korupsi seperti tertuang dalam pasal 2 UU Korupsi. Khusus Mujianto diterapkan  lagi  pasal 5 Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kedua terdakwa itu dituntut masing-masing 9 tahun penjara

Selain hukuman itu, Canakya dibebani membayar denda Rp 500 juta subsider 5 bulan serta membayar UP Rp 14,7 miliar subsider 4 tahun 6 bulan

Sedangkan Mujianto dituntut 9 tahun denda Rp 1 M subsider 1 tahun serta membayar UP Rp 13,4 miliar subsider 4 tahun 3 bulan. (nz)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *