Medan, apacerita.id — Rio Rangga Sidiq dan Surepno Sarfan selaku Penasihat Hukum (PH) terdakwa Mujianto tidak merasa terkejut ketika majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan membebaskan kliennya itu dari dakwaan dan tuntutan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumut.
Alasannya, sejak dinyatakan terlibat korupsi dalam proses pengajuan Perjanjian Kredit Modal Kerja (KMK) Yasa Griya ke Bank BTN cabang Medan senilai Rp 39,5 miliar, tidak seorangpun saksi menyebutkan keterlibatan Mujianto dalam proses pencairan kredit untuk biaya konstruksi pembangunan perumahan Takapuna Residence Direktur PT KAYA Canakya Suman.
“Ternyata fakta dipersidangan itu didengar oleh Majelis hakim sehingga orang yang tidak bersalah tidak harus dihukum,” ucap Surepno seusai sidang pembacaan putusan Mujianto di PN Medan, Jumat (23/12/2022).
“Selaku ph terdakwa, kami mengapresiasi putusan Yang Mulia majelis hakim. Denyut nadi rasa keadilan masih ada di pengadilan ini,” lanjutnya.
Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan diketuai Immanuel Tarigan membebaskan Mujianto alias Anam (67) Direktur PT Agung Cemara Realty ( ACR) karena tidak terbukti melakukan korupsi Rp 39,5 miliar dan Tindak Pidana Pencucian Uang ( TPPU) sebagaimana dalam surat tuntutan JPU, Jumat (23/12/2022).
“Mujianto tidak ikut bertanggungjawab dan melawan hukum atas kredit yang diajukan Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi( KAYA) sebesar Rp 39,5 miliar, ” ujar Hakim Immanuel Tarigan dalam amar putusan yang dibacakannya di ruang Cakra 8 gedung PN Medan dihadiri JPU Nurdiono dari Kejati Sumut dan Tim PH Mujianto.
Menurut Majelis Hakim, proses pengajuan, pencairan dan pemanfaatan kredit Rp39,5 miliar atas inisiatif Canakya Suman untuk melanjutkan konstruksi pembangunan perumahan Takapuna Residence yang tanahnya dibeli dari Mujianto.
Padahal persyaratan kredit yang diajukan Canakya belum lengkap diantaranya SHGB yang menjadi agunan belum balik nama. Namun rekomendasi dari Bank BTN Pusat yang menyatakan persyaratan jaminan SHGB harus balik nama pun dilanggar pihak Bank BTN cabang Medan. Namun karena ada covernote Notaris Elviera seolah-olah semua persyaratan itu lengkap akhirnya kredit yang diajukan Canakya pun cair.
Namun semua proses pengajuan, pencairan dan pemanfaatan kredit Canakya tanpa persetujuan Mujianto selaku pemilik PT ACR Mujianto, baru dikabari pihak Bank BTN Medan dan Canakya setelah pencairan kredit 3 Maret 2014 silam.
“Mujianto dikabari dan didatangi pihak bank dan Canakya Suman serta Notaris untuk membuat Surat Kuasa Menjual (SKM), Personal Garansi (PG) setelah pencairan kredit. Tapi dibuat Notaris surat-surat tersebut tanggal 27 Februari 2014 sesuai akte perjanjian kredit antara Canakya Suman dan pihak bank,” ujar Immanuel
“Semua proses pengajuan, pencairan dan pemanfaatan kredit Rp 39,5 miliar tersebut atas peran Canakya Suman, Notaris Elviera dan 4 orang bank BTN Medan yang saat ini masih dalam proses penyidikan. Ditambah Yudi, bagian kredit Bank Sumut Cabang Tembung yang berperan mengambil 93 SHGB yang masih jaminan PT ACR untuk meyakinkan pihak agar kredit Canakya cair.
Menurut hakim, tentang Rp 13,4 miliar uang kredit Canakya dipergunakan untuk membayar hutang PT ACR di Bank Sumut Cabang Tembung bukanlah suatu kejahatan, karena uang tersebut untuk membayar sisa hutang Canakya di Bank Sumut Cabang Tembung sebesar Rp 23 miliar tersebut, dimana saat itu agunan bank masih menggunakan SHGB milik PT ACR.
Dijelaskannya, untuk melanjutkan pembangunan Takapuna Residence, Canakya kesulitan dana sehingga melalui Antona (Humas PT ACR) yang menghubungkan Canakya untuk memasarkan perumahan Canakya. Termasuk pinjaman kredit Rp 35 miliar di bank Sumut Cabang Tembung dengan masa kredit 1 tahun, sekitar November 2011.
Tenyata sebelum jatuh tempo, Canakya pun tidak sanggup membayar hutangnya sehingga minta perubahan (adendum) sehingga disetujui menjadi Rp 23 miliar dan pinjaman ini pun Canakya tak sanggup membayarnya. Canakya kembali minta persetujuan Mujianto selaku pemilik PT ACR untuk memperpanjang pinjaman tapi Mujianto tidak mau.
Namun Canakya tak putusan asa, secara diam-diam tanpa persetujuan Mujianto Canakya dikenali Dayan Sutomo kepada pimpinan bank BTN Medan untuk memudahkan mendapatkan pancairan kredit. Ternyata Canakya berhasil mendapatkan kredit Rp 39,5 miliar melalui Dayan Sutomo. Buktinya Dayan Sutomo mendapat fee sebuah rumah seharga Rp 625 juta di komplek Takapuna Residence dari Canakya Suman.
Menurut hakim, tidak ada yang bisa membuktikan Mujianto terlibat dalam proses, pencairan dan pemanfaatan kredit Canakya Suman yang kini masih tersisa sebesar Rp 14,7 miliar tersebut. Artinya dalil JPU yang menjerat Mujianto dengan pasal korupsi dan TPPU tidak bisa dibuktikan. Karenanya, lanjut hakim ketua Immanuel Tarigan beranggotakan Eliwarti dan Rita Ningrum, Mujianto harus dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
Atas putusan hakim tersebut, Mujianto melalui PH nya menyatakan pikir-pikir dan JPU Nurdiono langsung mengajukan kasasi.
“Kami mengajukan kasasi pak hakim,” ujar JPU Nurdiono sebelum hakim menutup persidangan.
Dikutip dari surat dakwaan jaksa dijelaskan perkara itu telah menetapkan 7 orang terlibat korupsi diantaranya 4 mantan pejabat Bank BTN cabang Medan, Mujianto, Elviera dan Direktur PT KAYA Canakya Suman (sudah divonis 6 tahun penjara).
Dalam perjalanan kasus ini, pengadilan telah menjatuhkan hukuman kepada Elviera selama 1 tahun 6 bulan penjara dan Canakya Suman selama 6 tahun penjara serta dikenakan uang pengganti sebesar Rp 14,7 miliar. Sementara berkas tersangka empat mantan pejabat Bank BTN cabang Medan itu hingga kini belum dilimpahkan tim pidsus Kejati Sumut ke PN Medan dan keempat tersangka itupun tak dilakukan penahanan.
Adapun keempat tersangka dari BTN yaitu AN selaku Staf Analis Kredit BTN Cabang Medan, RDPA selaku Pejabat Kredit Komersial (Head Commercial Landing Unit), AF selaku Wakil Pimpinan (Deputy Branch Manager) dan FS selaku Pimpinan Cabang (Branch Manager). (nz)