Medan, apacerita.id — Pengadilan Negeri (PN) Medan kembali menggelar sidang lanjutan dengan terdakwa SFS yang terjerat kasus dugaan penggelapan dan penipuan Rp 5,7 miliar.
Persidangan yang berlangsung beragendakan mendengarkan dua orang keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan Evi Yanti Panggabean.
Dari dua orang saksi yang dihadirkan JPU, terungkap bahwa terdakwa menerima uang Rp 160 juta untuk mengurus izin
ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil System), kendati uang sudah diterima, namun surat izin dokumen ISPO tidak diberikan.
“Tidak menerima dokumen ISPO, uang dikasih kes,” kata saksi Pratiwi yang menjabat Manajer Keuangan PT Cinta Raja dihadapan Ketua Majelis Hakim Oloan Silalahi di Ruang Cakra IV, Selasa (31/1).
Jaksa Evi menimpali, ada pengeluaran dana untuk izin ISPO yang diurus terdakwa. “Biaya Rp 160 juta sudah keluar, namun izinnya belum keluar diserahkan kes oleh Tiwi (saksi) ke terdakwa,” ungkap JPU.
Begitu juga Riski selaku Kepala Unit Sekretaris Perusahan yang mengeluarkan izin ISPO menyatakan PT Cinta Raja merupakan klien perusahan.
“Pada 20 November 2020 diterbitkan. ISPO berlaku 5 tahun. Audit 2022 di PT Cinta Raja hanya kunjungan saja 2 tahun sekali, hanya audit untuk menentukan dibekukan atau tidak,” tutur Riski.
Kendati demikian, Riski menyatakan kepada JPU tidak ada menerima uang Rp 160 juta untuk mengurus ISPO.
Sementara itu, terdakwa membenarkan pernyataan saksi dan JPU bahwa tidak ada dokumen ISPO yang telah diurus.
“Memang tidak ada dokumennya,” jawab terdakwa.
Disamping itu, saksi Pratiwi menyebut tidak mengetahui adanya orang berkumpul di Gor PT Cinta Raja untuk melakukan pinjaman.
“Tidak ada kumpul di Gor. Tidak pernah mengetahui. Tidak ada karyawan bernama Cindy di PT Cinta Raja. Hanya dia perkenalan diri sebagai asisten pak Falmen,” ujarnya.
Saksi Pratiwi juga menegaskan tidak keberatan dan tidak ada beban memberikan kesaksian terhadap kasus terdakwa.
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Oloan mengingatkan terdakwa untuk menanyakan hal sesuai kapasitas saksi.
“Keterangan saksi bisa saja berubah, karena bisa di intervensi jaksa dan bisa di intervensi pengacara. Jangan tanya soal kebijakan karena saudara saksi bekerja atas perintah pimpinan.Tanya sesuai kapasitas saksi,” tutur majelis kepada terdakwa.
Teorinya saksi ini memberatkan terdakwa, imbuh hakim Oloan, jadi saudara (terdakwa -red) waspada, tapi kalau saudara mau menghadirkan saksi meringankan silakan.
Selanjutnya, Ketua Majelis Hakim Oloan menunda persidangan dan dibuka kembali pada Rabu (1/2) dalam agenda mendengarkan keterangan saksi meringankan dari terdakwa.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Evi Yanti Panggabean mengatakan perkara bermula pada tahun 2022, saksi korban Alex Purwanto selaku Direktur PT Cinta Raja berkenalan dengan terdakwa.
Terdakwa mengaku dapat mengerjakan Legal audit dan mengaudit karyawan (audit Ketenagakerjaan) dalam rangka menunjang kinerja dan efektivitas usaha.
Kemudian korban dan terdakwa sepakat membuat Perjanjian Kerjasama. Namun, beberapa bulan berjalan semua perkataan terdakwa tidak sesuai dengan kenyataannya.
Merasa curiga, saksi korban pun meminta bagian keuangan yakni saksi Pratiwi Eka agar menghitung dan melengkapi bukti-bukti penyerahan uang atau permintaan uang dari terdakwa.
Dari hasil Audit sementara diperoleh, bahwa jumlah uang yang yang sudah diterima oleh terdakwa sebanyak Rp5.732.650.000 atau lima milyar tujuh ratus tiga puluh dua enam ratus lima puluh ribu rupiah.
Mendapat informasi tersebut, saksi korban Alex Purwanto merasa keberatan dan membuat Laporan ke Polrestabes Medan guna diproses lebih lanjut. Bahwa akibat perbuatan terdakwa saksi korban Alex Purwanto mengalami kerugian lebih kurang sebesar Rp. 5.732.650.000.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 374 KUHPidana Subs Pasal 372 KUHPidana Subs Pasal 378 KUHPidana. (nz)