Balige, apacerita.id – Kisah wanita bernama Frida Tambun dimakamkan di dalam rumah viral di media sosial.
Menurut informasi yang beredar di media sosial, wanita yang meninggal itu terpaksa dimakamkan di dalam rumah karena ada pelarangan dari pemilik kampung.
Dalam unggahannya di media sosial TikTok berdurasi 2 menit, pemilik akun @acmountpardede menyebut bahwa tulang belulang suami dari wanita yang meninggal itu juga terpaksa dipindahkan ke lokasi lain karena masalah tersebut.
Adapun caption dalam video yang diunggah akun TikTok itu berbunyi “Viral… Jenazah ibu ini dilarang dimakamkan di samping makam suaminya oleh oknum yg katanya sebagai salah satu pemilik kampung. Alhasil keluarga sepakat ibu ini dimakamkan dirumah nya. Tulang belulang suaminya suaminya pun digali dan dimakamkan kembali bersama sama dirumah semasa hidupnya. Rest In Peace… Lokasi Desa Sionggang Tengah Kec. Lumban Julu, Kab Toba, Sumut”
Diketahui, bahwa peristiwa ini berlangsung di Desa Sionggang Tengah, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba, SUmatera Utara.
Kepala Desa Sionggang Tengah, Petani Manurung mengatakan dia tidak berada di tempat saat pemakaman warganya itu.
Menurutnya, dari informasi yang dia terima, bahwa saat pemakaman tidan ada ribut-ribut.
“Informasi dari kawan enggak ada yang ribut. Saya tanya juga orang kantor yang saat itu di kantor mengatakan bahwa tidak ada yang ribut,” kata Petani Manurung, Selasa (13/12/2022).
Namun, Petani Manurung tidak menjelaskan identitas warga yang meninggal dunia itu. Dia cuma mengatakan bahwa saat pemakaman memang tidak ada keributan sama sekali.
Disinggung mengenai proses pemakaman jenazah di dalam rumah, Petani Manurung menyebut bahwa itu merupakan permintaan dari mendiang semasa hidupnya.
Jika meninggal nanti, maka wanita itu minta dimakamkan di rumah yang selama ini dijadikan termpat berkumpul keluarga.
“Pihak keluarga yang meninggal sudah sepakat bahwa jenazah tersebut dimakamkan di rumah. Karena rumah itu adalah parsaktian, yang artinya rumah perkumpulan,” ungkap Petani.
Soal adanya pelarangan, lanjut Petani, dia sudah mengonfirmasinya ke pihak yang tertuduh.
Menurut Petani, pihak yang dituduh melakukan pelarangan tidak pernah melarang wanita tersebut untuk dimakamkan di tanah kampung.
“Kalau pemilik kampung itu adalah pamannya, marga Manurung itu. Pihak keluarga sudah saya hubungi berkali-kali, belum ada yang angkat telpon saya,”
“Yang langsung saya telpon adalah pamannya itu, yang disebut-sebut melarang itu. Ternyata itu tidak benar,” pungkasnya.
Sementara, dari informasi yang beredar di sekitar kampung, ada oknum SM yang katanya sebagai salah seorang pemilik tanah tempat makam suaminya berada. Oknum SM inilah yang tidak memperbolehkan jenazah Frida Tambun dimakamkan di samping makam suaminya.
Lantas, seorang pelayat yang sepertinya kerabat dekat keluarga almarhum mengingatkan kalau pekarangan rumah almarhumah juga masih luas. Kenapa tidak dimakamkan di sekitar pekarangan rumahnya saja?
Terlebih, informasi yang beredar di desa itu juga menyebutkan, rumah tempat tinggal dan pekarangan serta kebun yang cukup luas yang diolah almarhumah dan suaminya semasa hidup sudah mereka beli.
Asal lahan itu, demikian informasi yang beredar di sana, dibeli dari dari pihak keluarga dekat oknum SM tadi, yang melarang jenazah almarhumah dikebumikan di samping makam suaminya.
Belakangan, jenazah Frida Tambun dimakamkan di sekitar pekarangan rumah almarhumah. Informasi yang beredar, si pemilik tanah pertama berdalih, suami almarhumah membeli tanah itu untuk tempat tinggal, bukan untuk pemakaman.
Mengingat waktu pesta adat sudah ditentukan hari H nya, pihak keluarga pun tidak mau ambil pusing alias sepakat untuk mengebumikan jenazah Frida Tambun di dalam rumahn semasa hidupnya.
Dalam prosesnya, makam suami pun turut digali kembali, dan tulang belulangnya dimakamkan kembali satu liang lahat bersama istrinya, di dalam rumah yang mereka huni semasa hidupnya.
Dikaitkan dengan kekerabatan dalam adat Batak Toba, keluarga almarhumah ternyata masih mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan pemilik asli kampung Sionggang yakni marga Manurung.
Dari pihak suami almarhumah, marga Pardede, sudah sejak dahulu datang ke Sionggang dan menikah dengan boru Manurung. Keturunan merekapun selalu menikah dengan boru Manurung (putri dari Manurung).
Adapun Frida Tambun, tercatat perempuan dari marga di luar Manurung yang dijadikan menantu keluarga Pardede di desa itu.
Dalam kehidupan sosial masyarakat adat Batak, itu artinya marga Pardede sudah ratusan tahun tinggal di Sionggang sebagai boru/hela (menantu).
Fakta budaya itu semakin dikuatkan jika ada pesta adat pengebumian berlangsung di desa itu. Pihak Tulang (paman) hingga beberapa generasi terdahulu (bonani ari) juga marga Manurung. Artinya hampir seluruh acara diisi oleh pihak marga Pardede dan marga Manurung.
Atas dasar kekerabatan yang sangat dekat itupula, pihak Manurung menyampaikan mereka menerima yang sedang terjadi atas proses pemakaman jenazah Frida Tambun itu.
“Beginilah dahulu, mau apa lagi. Acara pengebumian ini tidak mungkin ditunda,” ujar Arlen Manurung pihak keluarga dari Frida Tambun, yang juga dikenal sebagai sekretars pemerintah desa setempat.(t/nina/ac)