MEDAN, APACERITA – Wakil Direktur PT Multi Karya Bisnis Perkasa (MKBP), Febrian Susardhi, didakwa dalam kasus dugaan korupsi proyek rehabilitasi dan renovasi sarana serta prasarana sekolah di beberapa kabupaten di Sumatera Utara. Selain Febrian, jaksa juga mendakwa Jhon Hendri Sianturi, selaku Team Leader Konsultan Pengawasan dari PT Arihta Teknik, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Kamis (5/9/2024).
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Doloksanggul, proyek rehabilitasi ini merupakan bagian dari program Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada tahun 2020-2021. Proyek tersebut mencakup beberapa kabupaten, di antaranya Langkat, Padanglawas Utara, Labuhanbatu Utara, Simalungun, Asahan, Samosir, Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, dan Padanglawas.
Proyek ini awalnya bernilai Rp48,27 miliar, namun kemudian melalui addendum kontrak pada April 2021, anggaran proyek tersebut menjadi Rp47,97 miliar.
“Terdakwa Jhon Hendri Sianturi, sebagai Team Leader Konsultan Pengawas PT Arihta Teknik, ditugaskan untuk melakukan pengawasan mutu dan volume pekerjaan rehabilitasi di beberapa kabupaten,” ungkap JPU dalam persidangan di ruang Cakra 6 Pengadilan Tipikor Medan.
JPU menjelaskan, dari hasil pemeriksaan di lapangan, ditemukan adanya perbedaan volume pekerjaan yang dilakukan di enam sekolah di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) dengan nilai kerugian mencapai lebih dari Rp1 miliar. Hal ini menunjukkan adanya dugaan tindakan melawan hukum karena pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.
Febrian Susardhi, sebagai pihak pelaksana proyek, diduga melakukan kecurangan tersebut dengan tidak melaksanakan pekerjaan sesuai spesifikasi yang ditetapkan, sementara Jhon Hendri Sianturi dinilai gagal menjalankan fungsi pengawasannya.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 7 huruf b Subsidair Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Setelah pembacaan dakwaan, hakim ketua M Nazir memberi kesempatan kepada kedua terdakwa untuk mengajukan eksepsi. Namun, penasihat hukum kedua terdakwa memutuskan untuk tidak mengajukan eksepsi. Sidang pun akan dilanjutkan pada Kamis (12/9/2024) mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. (nz)